Dalam pesan WhatsApp nya tersebut diintruksikan kepada seluruh tim Mori bahwa hasil pertemuan Ahyar dan Mori menyepakati hari deklarasi akan dilakukan di Lombok Timur. "Kepada seluruh tim sobat Mori yang ada di group ini. Hasil kesepakatan rapat tadi malam antara pak Ahyar dan pak Mori. Insha Allah deklarasi pasangan Ahyar Mori akan di laksanakan tanggal 23 agustus 2017 di lapangan Masbagik, Lombok Timur, NTB. Semangat berjuang untuk meraih kemenangan," ungkapnya di beberapa grup WA yang berhasil didapat klikntb.
Lebih lanjut Arsyad Gani mengungkapkan saat ini dia punya segala persyaratan. Dia menyebut di Bima, level Mori Hanafi kira-kira sekelas TGB lah. "Jika kakek TGB adalah ulama besar pendiri Nahdlatul Wathan, maka dalam diri Mori Hanafi mengalir darah ulama besar juga. Kiyai H Said adalah kakek Mori Hanafi (dari ibu) adalah Imam besar di Bima. H Marwan Sarijo, orang tua kandung Mori Hanafi adalah tokoh Muhammadiyah. Dan sempat menjadi Sekjen Departemen Agama,"ungkapnya.
Jika TGB punya pesantren, Mori Hanafi juga pimpinan Ponpes Al Manar di Parung, Bogor. Jika TGB kader terbaik partainya, maka Mori juga kader terbaik Partai Gerindra. "Dari sisi kecerdasan juga tidak kalah dari TGB. Karena cerdas TGB jadi gubernur dua periode. Sedangkan Mori, kalau o'on, gak mungkin dipercaya partainya jadi Wakil Ketua DPRD Provinsi NTB. Ya.., kira-kira beda dikitlah dengan TGB," tuturnya.
Meski Mori Hanafi sangat optimis, tapi apakah dia harus dibiarkan mendayung sendiri. Padahal realitas politik NTB saat ini sudah sangat transparan.
Dalam setiap kontestasi Pilkada, para politisi tidak lagi menakar kapasitas, kapabilitas dan kualitas. Justru yang dikembangkan adalah politik segmentatif bahkan menjurus pada politik etnik. Sibuk memobilisasi kelompok etnik masing-masing. Padahal ini sangat berbahaya bagi keutuhan NTB.
Masyarakat juga tidak kalah galaknya. Bahkan tidak mau tahu dengan partai yang notabene adalah basic eksistensi politik. Tidak lagi melihat partai sebagai kendaraan politik yang legitimate. Sebagai gerbong aspirasi menuju kehidupan yang lebih baik. Dan kondisi ini semakin dipertajam para politisi dan avonturir di medan kompetisi.
Tidak heran jika dalam konstalasi politik NTB, figur-figur Pulau Sumbawa kalah sebelum bertarung. Lebih memilih memposisikan diri pada strata kelas dua. Kecuali ada satu dua yang mencoba mengubah realitas itu. Meski akhirnya tersungkur. Tiga periode pilkada langsung adalah bukti yang tak terbantah. "Sebagai politisi muda yang cerdas, Mori Hanafi menyadari realitas itu. Jadi nomor dua juga it's OK lah. Ketimbang memaksakan diri jadi nomor satu, toh akhirnya tersungkur," tegasnya.
Selain itu Dalam konstalasi seperti sekarang ini. Masihkah pemilih dibasis Mori Hanafi tersegregasi. Masihkah orang Bima (mungkin juga Dompu) menjadi nakhoda perahu lain. Atau setidaknya menjadi dayung bagi perahu-perahu lain.
Dalam halal bi halal keluarga Bima dan Dompu di Mataram kemarin, sebagian besar mengerucut pada sosok ayah dua orang anak ini. Tetapi tidak sedikit juga yang masih belum sadar tentang semangat weki ndai (keluarga besar). Weki Ndai menjadi tema sentral dalam halal bi halal yang digelar di aula LPMP, kemarin. "Bukankah sudah tiga periodesasi pilkada orang Bima terlempar. "tutupnya.Una





0 komentar:
Posting Komentar