28 Agustus 2017

PIMPINAN KOMISI II DITUDING TAK TRANSPARAN SOAL DANA POKIR, 3 M



     MATARAM, klikntb.com - Sejumlah anggota DPRD Nusa Tenggara Barat melayangkan protes dan mosi tidak percaya terhadap pimpinan Komisi II DPRD menyusul tidak transparannya pembahasan dana alokasi pokok-pokok pikiran senilai Rp 3 miliar yang telah dialokasikan badan anggaran bersama eksekutif dalam APBD Perubahan 2017.
     "Karena ini sudah menjadi ranah publik maka ini harus dibuka dan diselesaikan," kata Ketua Fraksi PDI Turmuzi saat rapat paripurna DPRD NTB di Mataram.
      Seharusnya sebagai pimpinan, kata Ruslan, dana alokasi pokok-pokok pikiran (pokir) tersebut dibahas secara terbuka bersama anggota di tingkat komisi. Bukan malah ditutup-tutupi.
      "Harusnya ini dibahas, tetapi kenapa mereka tidak membahasnya. Kalau sudah begini kemana dana itu," ketusnya.
      Sembari menambahkan, sebagai pimpinan Fraksi PDI Perjuangan, wajib hukumnya membela anggota.
      Anggota Komisi II DPRD NTB Made Slamet, membenarkan mayoritas anggota Komisi II telah melakukan nota protes sebagai bentuk ketidak percayaan atas sikap pimpinan Komisi II yang tidak transparan dalam membahas dan membagi dana pokir tersebut.
     "Surat keberatan sudah kita layangkan. Sekarang kami tunggu respon lembaga melalui pimpinan DPRD dan BK DPRD NTB," tegasnya.
     Bahkan, kata dia, seluruh anggota Komisi II DPRD NTB sudah tidak percaya lagi terhadap pimpinan komisi.
     "Jangan sampai ketika berperkara baru kita dipanggil," ucapnya.
      Hal senada juga diutarakan anggota Komisi II DPRD NTB, Rayhan Anwar. Ia menjelaskan adanya alokasi dana pokir telah diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 16 tahun 2010, khususnya pada pasal 55 huruf a  tentang Pedoman Penyusunan DPRD tentang tata tertib. Disamping itu, dalam UU 23 tahun 2014 juga diatur terkait kewajiban anggota legislatif menjaring aspirasi dari masyarakat.
      Selanjutnya, aspirasi tersebut ditindaklajuti para wakil rakyat ke eksekutif saat perancangan APBD.   Oleh karena itu, jika pimpinan komisi tidak melakukan rapat dengan para anggota guna membahas dana pokir tersebut, maka mereka masuk katagori melakukan pelanggaran terhadap aturan.
     "Kami minta Badan Kehormatan (BK) DPRD bersikap tegas, menelusuri pelanggaran kode etik yang dilakukan pimpinan komisi II tersebut," katanya.
    Pokir merupakan kepanjangan dari pokok-pokok pikiran. Istilah ini digunakan untuk menyebut kewajiban anggota legislatif menjaring aspirasi dari masyarakat. Aspirasi itu kemudian akan ditindaklajuti para wakil rakyat ke eksekutif saat perancangan APBD.
     Hal ini sesuai yang tercantum pada Pasal 55 huruf (a) Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 2010 tentang Pedoman Penyusunan DPRD tentang tata tertib, disebutkan, Badan Anggaran mempunyai tugas memberikan saran dan pendapat berupa pokok-pokok pikiran DPRD kepada kepala daerah dalam mempersiapkan rancangan anggaran pendapatan dan belanja daerah paling lambat 5 (lima) bulan sebelum ditetapkannya APBD.
     Wakil Ketua DPRD NTB Mori Hanafi berjanji apa yang menjadi aspirasi para anggota akan ditindaklanjuti dan dibahas bersama seluruh pimpinan.
      "Apa yang menjadi tuntutan anggota akan kita segera selesaikan," katanya.An
Share:

0 komentar:

Posting Komentar


Blog Archive